Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI RAHA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2018/PN Rah LA ANDI, S.Sos Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara CQ Kepolisian Resor Muna CQ Kepolisian Sektor Kulisusu Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 08 Agu. 2018
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2018/PN Rah
Tanggal Surat Selasa, 07 Agu. 2018
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1LA ANDI, S.Sos
Termohon
NoNama
1Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara CQ Kepolisian Resor Muna CQ Kepolisian Sektor Kulisusu
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

    Kepada Yth,

         Ketua Pengadilan Negeri Raha

 

    Di –

  Raha.

  

 

 

Dengan Hormat,

Perkenankanlah Kami :

Munawarman, SH. & Alvian, SH.  adalah Advokat pada “Kantor Pengacara Munawarman, SH & Rekan” yang beralamat Jln. Sugimanuru RT/RW 002/002, Kel. Laende, Kec. Katobu, Kota Raha.

 

Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 06 Agustus 2018, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama LA ANDI, S.Sos. selaku Ayah dari Korban Almarhum ASRIM, ST. Selanjutnya disebut sebagai PEMOHON.-----------------------------------------------------------------------------------------

 

——————————–M E L A W A N——————————–

KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI TENGGARA CQ KEPOLISIAN RESOR MUNA CQ KEPOLISIAN SEKTOR KALISUSU.yang beralamat di jalan Keraton Nomor 05 Ereke.  Selanjutnya disebut sebagai TERMOHON.-----------

 

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

I.    DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

  1. Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan Pasal 77 dan Pasal 79 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut:

 

              Pasal 77 KUHAP:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur didalam Undang-Undang ini tentang :

  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
  2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

 Pasal 79 KUHAP:

 

Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan digunakan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

 

  1. secara khusus pemeriksaan terhadap sah tidaknya penghentian penyidikan oleh Penyidik, menunjukkan adanya kelemahan-kelemahan Lembaga Praperadilan dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya, yaitu sebagai mekanisme kontrol dalam penegakan hukum pidana dan melindungi 13 hak-hak Tersangka maupun pihak lain yang berkepentingan, yaitu baik Pelapor maupun Korban Tindak Pidana, namun demikian, hukum acara perdata memberikan ruang bagi Hakim untuk melakukan penafsiran, yaitu dengan melakukan persangkaan, sehingga Hakim berdasarkan fakta yang ada,

sehingga dapat di nilai bahwa suatu perkara pidana yang berlarut-larut, tidak ada kejelasannya di tingkat penyidikan juga merupakan penghentian penyidikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya penghentian penyidikan, tidak semata-mata dibuktikan dengan adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), tetapi dengan Penyidik yang tidak menindaklanjuti laporan polisi atas suatu tindak pidana yang telah terjadi dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan, maka Penyidik telah melakukan penghentian penyidikan. Selain itu, Surat Penghentian Penyidikan (SP3) bukan merupakan satu-satunya syarat untuk mengajukan pengujian tentang sah tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik melalui Lembaga Praperadilan, sehingga dapat membuka peluang seluas-luasnya bagi masyarakat pencari keadilan yang perkara pidananya dihentikan sampai dengan jangka waktu yang tidak bisa ditentukan, untuk mengajukan pengujian tentang sah tidaknya penghentian penyidikan melalui Lembaga Praperadilan.

Dalam hal ini, menjadikan Lembaga Praperadilan tidak kehilangan fungsi serta tujuan dibentuknya, yaitu sebagai mekanisme kontrol, baik secara vertikal maupun secara horisontal, serta sebagai upaya hukum yang dapat menjamin perlindungan hukum dari tindakan aparat penegak hukum, khususnya Penyidik dalam proses penyidikan suatu perkara pidana yang telah dilaporkan. Selain itu, Surat Penghentian Penyidikan (SP3) juga bukan merupakan satu-satunya alat bukti yang dijadikan dasar pertimbangan bagi Hakim Praperadilan dalam memutus sah tidaknya suatu penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik. Berikut ini beberapa pertimbangan hakim Praperadilan dalam memutus Permohonan Pengujian sah tidaknya penghentian penyidikan melalui Lembaga Praperadilan :

  1.  Analisis Penetapan Nomor : 5/Prp./1982/PN.UP

Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Ujung Pandang Nomor : 5/Prp/1982/PN.UP, yang ditetapkan pada tanggal 14 Desember 1982 oleh  Pengadilan Negeri Ujungpandang dan telah berkekuatan hukum tetap, telah mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Andi Saripada selaku Pelapor atas terjadinya tindak pidana pembunuhan dan telah dilaporkan ke Kepolisian KOTABES 146, Ujungpandang.

Berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Ujungpandang, sekalipun Penetapan tersebut ditetapkan pada tahun 1982, pasca diberlakukannya hukum acara pidana di Indonesia, dapat dilihat bahwa ternyata ada penetapan praperadilan yang mengabulkan permohonan pengujian sah tidaknya penghentian penyidikan melalui Lembaga Praperadilan, padahal Pemohon Praperadilan di depan persidangan tidak mengajukan alat bukti surat berupa Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Adapun amar putusannya, Hakim Praperadilan hanya mengabulkan permohonan sebagian, dan atas tindakan Penyidik yang tidak menindaklanjuti perkara pidana Pemohon Praperadilan bukan merupakan suatu penghentian penyidikan, namun dari pertimbangan hukumnya, Hakim telah memberikan persangkaan, yang ditarik dari fakta di persidangan, berupa bukti surat bukan akta dan keterangan saksi, yang ternyata telah terang bahwa atas surat yang dikirimkan oleh Pemohon Praperadilan tidak pernah ditanggapi oleh Termohon Praperadilan (Penyidik), sehingga dalam hal ini, dianggap bahwa penyidikan telah terhenti, dan karenanya Penyidik wajib untuk melanjutkan penyidikan.

 

  1. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1816 K/Pid/2009, yang diputus pada tanggal 12 Januari 2011 oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan berkekuatan hukum tetap, telah menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi / Terbanding / Pemohon Praperadilan atas Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor: 179/Pid/2009/PTR, yang mana dalam Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru tersebut telah membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bangkinang Nomor: 01/Pra.Peradilan/2009/PN.Bkn. Adapun Permohonan Praperadilan ini dimohonkan oleh Korban Korban Tindak Pidana atas terjadinya tindak pidana pemalsuan akta sebagaimana Laporan Polisi Nomor: STPL/197/K/VII/2008/SPK.

 

Berdasarkan putusan kasasi atas pemohonan praperadilan yang telah diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, dasar hukum yang digunakan Hakim sebagai dasar untuk menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Praperadilan / Terbanding / Pemohon Kasasi ini, adalah bahwa sebagaimana ketentuan dalam Pasal 45 A ayat 2 sub a Undang- Undang No. 5 Tahun 2004, sebagai perubahan dari Undang- Undang No. 14 Tahun 1985, mengatur bahwa putusan Praperadilan tidak dapat diajukan kasasi serta Pasal 83 ayat 1 KUHAPidana, bahwa terhadap putusan praperadilan sebagaimana Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding, namun terdapat pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 83 ayat 2, yaitu bahwa terkait dengan putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, yang dapat dimintakan putusan akhir ke Pengadilan Tinggi di wilayah hukum yang bersangkutan, yang sejak tahun 2011, permintaan putusan akhir ditingkat banding juga dihapus sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 65/PUU-IX/2011, yang telah menghapus Pasal 83 ayat 2 KUHAPidana serta Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 401 K/PID/1983, tanggal 19 April 198414, tentang upaya pemeriksaan di tingkat banding terhadap Putusan Praperadilan yang menetapkan tidak sahnya suatu penghentian penyidikan, sehingga dalam hal ini, upaya hukum terhadap putusan praperadilan sangat dibatasi, sedangkan KUHAP belum menyediakan upaya hukum lain, yang dapat ditempuh oleh Pelapor / Korban Tindak Pidana dan Tersangka yang perkara pidananya tidak mendapat tindaklanjut di tingkat penyidikan. Selain pertimbangan tidak pernah adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Hakim di tingkat banding mempertimbangkan, bahwa ternyata dalam persoalan a quo, terdapat perkara pidana lain, yang saat ini masih dalam proses pemeriksaan di tingkat kasasi, dan ada keterkaitannya dengan perkara pidana yang dimohonkan pengujian melalui Lembaga Praperadilan ini, atau dalam pertimbangannya, Hakim meng-istilah-kan sebagai bentuk penangguhan. Adapun penangguhan suatu perkara pidana, dapat dilakukan apabila ternyata, di dalam perkara pidana tersebut terdapat status keperdataan yang harus ditentukan terlebih dahulu antara kedua pihak, hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956, yang isinya, bahwa apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu. Dalam hal ini, pertimbangan Hakim di tingkat banding yang telah memberikan pertimbangan yang salah dan keliru, justru telah menunjukkan kesesatan dalam menerapkan hukum, dan dalam hal ini, telah mengesampingkan kepastian hukum bagi Pemohon Praperadilan.

Adapun dalam putusan Hakim tingkat banding, yang membenarkan tindakan Penyidik (Termohon Praperadilan), sebagaimana dalam pertimbangannya bahwa dalam hal ini, Penyidik hanya melakukan penangguhan perkara dengan menunggu diputusnya pemeriksaan di tingkat Kasasi hingga berkekuatan hukum tetap, Hakim tingkat banding mempertimbangkan bahwa hal tersebut dikarenakan penumpukan perkara di tingkat Kasasi, justru menunjukkan lambatnya penanganan perkara melalui jalur litigasi di Indonesia, dan seharusnya alasan yang seperti ini tidak perlu dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara, karena sangat tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, serta merupakan pengingkaran Lembaga Peradilan terhadap asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan. Pertimbangan hukum yang demikian ini, seolah-olah, Hakim Praperadilan lebih berpihak kepada Penyidik dan mengesampingkan fakta-fakta yang terjadi sebenarnya, yang telah dibuktikan oleh Pemohon Praperadilan di depan persidangan, yang hal tersebut sangat bertentangan dengan asas-asas hukum acara pidana, yang mana Hakim harus bersikap adil dengan mendengarkan kedua belah pihak. Dengan demikian, menunjukkan bahwa Lembaga Praperadilan belum mampu memberikan perlindungan hukum dari tindakan Penyidik yang sewenang-wenang, yang apabila pertimbangan-pertimbangan yang demikian ini, diterapkan pula dalam putusan yang lain, tentunya akan berdampak negatif bagi sistem peradilan pidana di Indonesia.

 

II.   ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

1. Bahwa Pemohon selaku Pihak yang dirugikan akibat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang pada Pokoknya POLDA SULTRA dan Kepolisisn Sektor Kalisusu menilai bahwa kematian saudara Asrim, ST adalah Murni karena Kecelakaan yaitu Akibat Pohon yang tumbang/rebah dan bukanlah karena Tindak Pidana (Pembunuhan). Adapun beberapa Surat SP2HP yang dikeluarkan oleh Polsek Kalisusu adalah sebagai berikut :

a. Surat dari Kepolisian Resort Muna No; B/314 /IV/2018, tertanggal 06 April yang pada Pokoknya Polisi telah melakukan pemeriksaan dengan Hasil Pemeriksaan bahwa Perkara tersebut tidak ditemukan Unsur melawan Hukum dan Perkara tersebut bukan merupakan Tindak Pidana sehingga Hasil Keputusan Polsek kalisusu saat itu adalah Perkara tersebut tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan dan dihentikan Penyidikannya.

b. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemyelidikan (SP2HP) dengan no Pol : B/121/V/2017/Reskrim Sek. Tertanggal 29 Mei 2017 yang ditujikan kepada Saudara La Andi, S.Sos dan ditembuskan pada Kasat Reskrim Polsek Muna, yang pada pokoknya Kepolisian Resort kalisusu setelah mengintrogasi dan mengambil keterangan dari beberapa orang antara lain teman Korban saat kejadian yang bernama ALDUN MUBARAQ dan beberapa masyarakat Desa Lamoahi yang malam itu didatangangi oleh teman-teman Korban untuk dimintai pertolongan antara lain Zahamani Alias Baula, Yusman, Hasrudin, Latif dan Zufardan dan juga telah diperiksa dua orang teman Korban yaitu Jamal Mirdad Attamimi alias jamal dan Muh. Alwaliy Djiddin, ST alias wali yang hasil Pemeriksaannya kepolisian Resort kalisusu untuk sementara  mengangap itu Murni Bencana Alam dan belum ada bukti-bukti dan saksi saksi yang mengarah ke tindak Pidana  dan akan dilanjutkan penyidikannya dengan mengambil keterangan dari Pimpinan di Dinas PU Kab. Buton Utara dan saksi Ahli dari BNPB Kab. Buton Utara.

c. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemyelidikan (SP2HP) dengan no Pol : B/121/V/2017/Reskrim Sek. Tertanggal 24 Juli 2017 yang ditujukan kepada Saudara La Andi, S.Sos dan ditembuskan pada Kasat Reskrim Polsek Muna, yang pada pokoknya hasil Pemeriksaan Kepolisian Resort kalisusu berpendapat bahwa kematian Korban Asirm, ST diduga akibat Pohon yang Tumbang/ Rebah.

d. Bahwa pada tanggal 5 Maret 2018  Tim Kuasa Hukum saudara La Andi, S. Sos Ayah dari Almarhum Asrim, ST telah mengirim surat kepada Kapolres Muna yang pada Pokoknya menganggap Penyelidikan atas meninggalnya Almarhum Asrim, ST belum Maksimal dan Ada Indikasi-indikasi Tindak Pidana atas kematian Asrim, ST dan bukan merupakan Bencana Alam serta meminta kepada Polres Muna untuk mengambil alih Penyelidikan atas Perkara A quo. Menindak lanjuti Surat Tersebut Polres Muna telah mengeluarkan Surat nomor : B/312/IV/ 2018 dengan Perihal Perkembangan Perkara Tertanggal 06 April 2018 yang ditujukan kepada Kuasa Hukum Alm. Asrim, ST. yang pada Pokoknya Polres Muna tidak melakukan Penarikan Penanganan Penyidikan karena menganggap Polres Kalisusu telah cukup dalam menangani Perkara A quo berdasarkan hasil gelar perkara tertanggal 3 Maret 2018 bertempat di Polsek Kalisusu yang dipimpin oleh Polsek kalisusu dengan hasil :

hasil rekonstruksi lebih kepada dugaan terjadinya kecelakaan murni, sementara jasad tidak ada sedikitpun tanda-tanda kecelakaan diantaranya ;

-   Posisi korban terlentang dengan kepala kearah pohon, yang seharusnya apabila  korban di jatuhi pohon maka secara otomatis bagian depan muka korban akan luka-luka tapi faktanya tidak sama sekali.

-   Ada luka menganga di kepala bagian belakang korban, yang kira-kira tidak di sebabkan dari gesekan aspal melainkan hantaman benda tumpul karena luka tersebut memiliki permukaan yang rata, rapi dan dalam.

i.Bahwa pada tanggal 13 maret 2018, Penyidik Polsek Kalisusu mengundang Pemohon untuk mengikuti gelar perkara di Mapolsek, dan pada saat gelar akan dimulai Kapolsek keberatan karena Pemohon didampingi oleh Penasihat Hukum dengan alasan ini gelar intern, sehingga gelar perkara tidak diikuti pihak Korban. Jika itu gelar perkara interen lalu mengapa Kapolsek mengundang pihak luar dalam hal ini keluarga korban (bapak Kandung Almarhum) dalam gelar perkara a quo dilarang oleh Undang-undang maka seyogyanya penyidik mampu menunjukan regulasinya, sehingga tidak menimbulkan kesan ada hal yang ditutup-tutupi dengan adanya penasehat hukum atau gelar perkara hanya sekedar formalitas belaka.

j. Bahwa menurut keterangan keluarga sebelum meninggal Almarhum Asrim, ST banyak mendapatkan Teror bahkan pernah leptopnya dibanting saat sedang bekerja

 

III. PETITUM

 

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Bapak/Ibu Hakim Pengadilan Negeri Raha yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan memutus sebagai berikut :

  1. Menyatakan menerima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
  2. Memerintahkan kepada Termohon untuk melanjutkan Penyelidikan sampai pada tahap penyidikan.
  3. Memerintahkan Termohon untuk menetapan tersangka atas meninggalnya Almarhum ASRIM, ST;
  4. Memerintahkan kepada Termohon untuk segera mengeluarkan SPDP ke kejaksaan Negeri Muna.

Apabila Yang Terhormat Hakim Pengadilan Negeri Muna yang memeriksa Permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya